Solskjaer Diminta Tendang Pemain Sampah di Man United

MANCHESTER – Mantan penggawa Manchester United, Gary Neville, menilai kalau saat ini terdapat sejumlah pemain bermasalah dan tak berguna di dalam skuad Setan Merah. Itulah mengapa ia meminta kepada Manajer Man United, Ole Gunnar Solskjaer, untuk melakukan pembersihan kepada para pemain yang ia sebut sampah tersebut.

Neville sejatinya sadar dengan kondisi yang dialami Man United saat ini. Menurutnya, adalah hal yang mustahil bagi Setan Merah untuk ikut bertarung dalam perebutan gelar juara musim ini, lantaran tak memiliki cukup pemain berkualitas.

Para pemain Man United

Ia menilai bahwa butuh tiga sampai empat bursa transfer bagi Solskjaer untuk menciptakan skuad yang benar-benar tangguh. Selain itu, dalam kurun waktu tersebut, Man United juga harus melakukan pembersihan. Dalam artian, Setan Merah harus mendepak pemain yang justru menghambat tim atau tak memiliki kontribusi.

“Dia (Solskjaer) harus mendapatkan transfer (pemain) pada Januari, begitu pun pada musim panas dan musim depan. Harus ada kemajuan, Anda harus melihat peningkatan, lihatlah Jurgen Klopp. Butuh empat tahun (di Liverpool) sebelum dia memenangkan sesuatu, tetapi mulai membaik setelah 12 bulan,” tutur Neville, mengutip dari Squawka, Senin (16/9/2019).

“Ini (Man United) adalah tim muda, dan saya sebagai pendukung Manchester United percaya dia harus mendapatkan (pemain baru) dan juga di musim depan. Beri dia tiga hingga empat jendela transfer untuk membersihkan sampah di ruang ganti, karena ada sampah di sana. Anda harus menyingkirkan mereka, dan itu bukan kesalahannya,” lanjut Neville.

Ole Gunnar Solskjaer dan Daniel James

Menurut Neville, para pemain muda Man United saat ini juga masih membutuhkan waktu agar bisa memiliki mental bertanding yang lebih baik. Nama-nama seperti Marcus Rashford, Anthony Martial, Daniel James, hingga Aaron Wan-Bissaka dinilai akan menjadi penopang utama Man United di masa depan.

Jadi Pahlawan Norwich Taklukkan Man City, Ini Komentar Pukki

NORWICH – Penyerang Norwich City, Teemu Pukki, tampil sebagai pahlawan saat timnya secara mengejutkan menang 3-2 atas juara bertahan, Manchester City. Pemain berkebangsaan Finlandia itu mengukir satu gol dan satu assist pada pertandingan yang berlangsung di Stadion Carrow Road, Sabtu 14 September 2019 larut malam WIB.

Norwich City unggul 2-0 lebih dulu lewat Kenny McLean (18’) dan Todd Cantwell (28’) sebelum Sergio Aguero memperkecil skor jelang turun minum. Teemu Pukki lantas mencetak gol di menit 50 yang hanya bisa dibalas sekali lagi oleh Man City via Rodrigo Hernandez (88’).

Man City mencetak gol lewat Sergio Aguero (Foto: Premier League)

Selain mencetak gol, Teemu Pukki berjasa memberi assist untuk gol Todd Cantwell. Pencapaian tersebut membuat pemain berusia 29 tahun itu mencetak enam gol dari lima laga yang sudah digelar. Usai kemenangan mengejutkan itu, ia meminta agar Norwich City tidak dianggap remeh.

“Saya sebetulnya punya kesempatan mencetak gol 10 detik sebelum gol sesungguhnya. Sentuhan saya untuk gol itu juga buruk. Akan tetapi, itu adalah gol yang penting buat kami, juga tiga poin yang penting,” ujar Teemu Pukki usai laga, mengutip dari BBC, Minggu (15/9/2019).

“Tentu saja kemenangan ini memberikan dorongan moral buat kami di pertandingan berikutnya. Kami menunjukkan hari ini kalau Norwich City adalah tim yang bagus dan jangan remehkan kami,” imbuh eks penyerang Glasgow Celtic itu.

Teemu Pukki mengakui harusnya mencetak gol lebih cepat (Foto: Premier League)

Kemenangan itu mengerek posisi Norwich City ke peringkat 12 klasemen sementara dengan enam poin. Sedangkan Man City, gagal memepet Liverpool, yang beberapa jam sebelumnya menang 3-1 atas Newcastle United, dan tertinggal lima poin di peringkat dua.

Johan Cruyff Berjaya dari Ajax hingga Barcelona

JOHAN Cruyff memulai karier profesionalnya sebagai pemain Ajax Amsterdam pada 1964-1965. Jauh sebelum itu, Cruyff sudah menjadi bagian akademi Ajax sejak 1959. Cruyff pun mengembangkan bakatnya di akademi Ajax untuk selanjutnya menjadi legenda sepakbola dunia.

Cruyff membuat debut untuk Ajax pada musim 1964-1965 saat Die Amsterdammers –julukan Ajax– menghadapi GVAV. Cruyff bahkan langsung mencetak gol, tetapi sayangnya Ajax kalah 1-3 dari GVAV. Meski kalah saat melakoni debutnya tetapi Cruyff sudah memberikan kesan positif. Setelah itu banyak hasil negatif yang ditorehkan Ajax sehingga didatangkan juru taktik baru pada pertengahan musim yakni Rinus Michels.

Secara keseluruhan Cruyff akhirnya mencatatkan empat gol dalam 10 laga yang ia lakoni di musim tersebut. Patut disayangkan, Ajax finis di posisi 13 yang merupakan salah satu prestasi terburuk Die Amsterdammers di Liga Belanda. Catatan buruk yang diukir Ajax nyatanya pada musim debutnya tak membuat Cruyff berputus asa melainkan sebaliknya hal itu jadi pecutan untuk jadi lebih baik lagi.

Johann Cruyff

Cruyff menjelma menjadi poros permainan Michels ketika menukangi Ajax dalam taktik permainan Total Football yang diterapkannya. Sebagai tambahan informasi, Michels adalah sosok yang memperkenalkan taktik permainan Total Football untuk pertama kalinya.

Cruyff pun membawa Ajax bangkit untuk meraih gelar juara Liga Belanda pada tiga musim berikutnya ditambah satu trofi Piala Belanda. Dalam kurun waktu itu, Cruyff menunjukkan performa paling mentereng pada musim 1966-1967 karena mampu membuat total 41 gol di semua kompetisi yang Ajax ikuti. Di antara 41 gol itu 33 di antaranya dibuat Cruyff di Liga Belanda sehingga berhak menyabet predikat top skor. Pada musim itu pula Ajax meraih double winner dengan mengawinkan trofi Liga Belanda dengan Piala Belanda.

Kemudian Cruyff membawa Ajax untuk mendominasi Liga Belanda dengan meraih lima trofi berikutnya. Dominasi di kompetisi domestik berbuah pula kejayaan di Liga Champions. Cruyff membawa Ajax menjuarai Liga Champions dalam tiga musim beruntun dari 1970-1973. Kesuksesan itu membuat Ajax berhak menerima badge of honour sebagai tanda merupakan salah satu tim tersukses di Liga Champions.

Musim 1972-1973 jadi terakhir kali Cruyff mengenakan seragam Ajax karena setelahnya ia pindah ke Barcelona. Cruyff kembali bekerja sama dengan Michels di Barcelona yang lebih dulu jadi bagian tim Catalonia itu pada musim panas 1971. Michel meninggalkan Ajax pada musim panas 1971 untuk menjadi juru taktik Barcelona.

Keberadaan Michels dan Cruyff membuat Barcelona akhirnya memainkan Total Football juga di musim 1973-1974. Pada musim perdana Cruyff itu Barcelona akhirnya mampu menjuarai Liga Spanyol setelah absen selama 13 tahun. Semusim berselang kebersamaan Cruyff dengan Michels berakhir karena sang pelatih memutuskan untuk kembali ke Ajax.

Cruyff baru meninggalkan Barcelona usai meraih trofi Copa Del Rey pada musim 1977-1978 untuk berpetualang ke beberapa klub seperti Los Angeles Aztecs, Washington Diplomats, Levante. Setelah itu Cruyff akhirnya pulang ke Ajax tepatnya pada bursa transfer musim dingin 1981.

Cruyff kemudian berseragam Ajax kembali hingga akhir musim 1982-1983. Dalam reuni singkat itu, Cruyff mampu memberikan tiga trofi untuk Ajax. Cruyff kemudian secara mengejutkan gabung dengan rival Ajax, Feyenoord, pada bursa transfer musim panas 1983.

Johann Cruyff

Meski membela rival klub masa kecilnya, tetapi Cruyff tetap tampil maksimal dengan menorehkan 11 gol pada musim 1983-1984. Kerja keras Cruyff mampu membawa Feyenoord meraih double winner dengan menjuarai Liga Belanda dan Piala Belanda pada musim tersebut.

Pada akhir musim 1983-1984 akhirnya Cruyff memutuskan untuk gantung sepatu di usia 37 tahun. Pria berpaspor Belanda itu secara keseluruhan telah mengoleksi 24 trofi yang 18 di antaranya diraih dalam balutan seragam Ajax sementara sisanya ia rengkuh saat membela Barcelona (dua) dan Feyenoord (dua). Menilik catatan itu maka gelar legenda sepakbola dunia pun pantas disematkan kepada Cruyff.

Setelah pensiun sebagai pemain, Cruyff pun memulai karier sebagai juru taktik. Perjalanan Cruyff sebagai juru taktik tak kalah mentereng dengan koleksi 14 trofi mayor yang diraih bersama Barcelona dan Ajax. Prestasi sebagai pemain dan pelatih membuat nama Cruyff abadi di dunia sepakbola hingga saat ini meski ia sudah berpulang pada 24 Maret 2016 dalam usia 68 tahun karena sakit kanker paru-paru.

Jelang Turun di Kualifikasi Piala Asia, Ini Sederet Prestasi Timnas Indonesia U-16 pada 2019

JAKARTA – Tim Nasional (Timnas) Indonesia U-16 akan turun di Kualifikasi Piala Asia U-16 2020 yang berlangsung di Jakarta pada 14-22 September 2019. Pada Kamis 12 September 2019, pelatih Timnas Indonesia U-16 Bima Sakti pun telah mengumumkan 23 nama yang turun di ajang dua tahunan tersebut.

Tergabung di Grup G bersama China, Filipina, Brunei Darussalam dan Kepulauan Mariana Utara, finis sebagai juara grup jelas dibidik Marselino Ferdinan serta kolega. Sebab, hanya juara grup yang mengizinkan mereka untuk lolos otomatis ke putaran final Piala Asia U-16 2020 yang digelar di Singapura pada 16 September hingga 3 Oktober 2020.

Timnas Indonesia U-16

Untuk finis sebagai juara grup, Timnas Indonesia U-16 memiliki cukup modal, berdasarkan performa di berbagai turnamen yang mereka ikuti di sepanjang 2019 ini. Setidaknya ada tiga turnamen yang telah dijalani Muhammad Valeron dan kawan-kawan pada 2019. Sebut saja Piala AFF U-15 2019 yang berlangsung di Thailand, Boys Elite Football Tournament (Myanmar) dan U16 Four Nations Tournament 2019 (Qatar).

Meski tidak keluar sebagai juara, namun Timnas Indonesia U-16 setidaknya minimal finis di posisi tiga besar, plus mengalahkan tim-tim kuat. Di Piala AFF U-15 2019, Timnas Indonesia U-16 menang adu penalti 3-2 atas Vietnam di perebutan posisi tiga. Bahkan sebelumnya di fase grup, skuad Garuda Asia menang 2-0 atas Vietnam.

Kemudian dalam turnamen di Myanmar, Timnas Indonesia U-16 finis runner-up dengan koleksi tujuh angka, hasil menang 2-0 atas tuan rumah, Montenegro (1-0) dan Korea Selatan (1-1). Saat itu, Indonesia hanya kalah selisih gol dari Korea Selatan yang keluar sebagai juara.

Timnas Indonesia U-15

Selanjutnya di Qatar, Timnas Indonesia U-16 juga finis sebagai runner-up setelah menang 4-0 atas Maladewa dan Yordania (2-0). Skuad asuhan Bima Sakti itu hanya kalah tipis 1-2 dari tuan rumah Qatar. Karena itu, pengalaman mengalahkan tim-tim besar di beberapa turnamen sebelumnya, dapat dijadikan modal untuk bersinar di Kualifikasi Piala Asia U-16 2020.

Buka Suara, Inaki Williams Ungkap Alasan Tolak Man United

BILBAO – Penyerang Athletic Bilbao, Inaki Williams, akhirnya membuka suara mengenai ketertarikan Manchester United terhadap dirinya pada bursa transfer musim panas 2019. Ia pun mengonfirmasi menerima pendekatan dari Man United, tetapi ia memilih menolaknya.

Pada musim panas lalu, Wiliams memang gencar dikaitkan dengan kepindahannya ke Man United. Pemain berpaspor Spanyol itu pun membenarkan jika klub berjuluk The Red Devils mendekatinya baru-baru ini.

Inaki Williams (Foto: Reuters)

“Saya punya kontak dari Manchester United tetapi saya tidak bisa memberi tahu Anda siapa itu,” ungkap Williams, mengutip dari Football Espana, Kamis (12/9/2019).

Baca juga Ingin Pulang, Neymar Tersentuh dengan Respons Mantan Rekan di Barcelona

Akan tetapi, pendekatan yang dilakukan Man United tidak berhasil. Williams menolak untuk hijrah ke Man United karena telah menetapkan pilihannya untuk bertahan di Bilbao. Apalagi, ia sendiri telah menandatangani kontrak bersama Bilbao hingga 2028.

“Pilihan nomor satu saya adalah tetap di Athletic Bilbao dan pensiun di sini, Bergabung dengan Real Sociedad? Tidak, saya tidak akan pernah pergi ke sana. 100 persen,” tambah pemain berusia 25 tahun tersebut.

Inaki Williams (Foto: Reuters)

Williams sendiri telah menghabiskan seluruh kariernya di San Mames. Ia telah mencetak 49 gol dari total 207 penampilannya di tim utama. Terlahir dari orang tua Ghana, Williams dibesarkan di Spanyol dan telah menjadi pemain favorit klub. Ia juga bermain di level internasional bersama Timnas Spanyol.

Ambisi Mane Bawa Liverpool Juarai Liga Champions dan Liga Inggris Musim Ini

LIVERPOOL – Penggawa Liverpool, Sadio Mane, berbicara mengenai targetnya musim ini. Mane mengaku kalau dirinya memiliki ambisi besar untuk mengawinkan gelar bergengsi untuk Liverpool musim ini. Gelar yang dimaksud adalah Trofi Liga Champions dan Liga Inggris.

Untuk itu, Mane berharap ia dan rekan-rekannya bisa tampil konsisten untuk mengantarkan Liverpool meraih target tersebut. Selain itu, untuk bisa melakukan hal tersebut, Mane mengatakan bahwa ia harus bisa menjaga performanya berada di level tertinggi. Mulai dari awal sampai akhir musim nanti.

Sadio Mane

“Tentu saja masih terlalu dini untuk mengatakannya, tetapi target kami, seperti yang diketahui semua orang, adalah memenangkan liga musim ini. Kami juga menargetkan Liga Champions,Sejak usia muda, sudah menjadi impian saya untuk memenangkan trofi semacam ini,” ujar Mane, melansir dari laman Sky Sport, Rabu (11/9/2019).

“Saya berada dalam tahap yang baik dalam karier saya, dan saya merasa seluruh pemain dalam sedang memikirkan hal yang sama sekarang. Saya mencoba untuk menjaga konsistensi saya sekarang, dan hanya bekerja keras untuk menjaga performa level tinggi yang diharapkan dari kami,” tandasnya.

Sadio Mane

Untuk diketahui, The Reds –julukan Liverpool– sejatinya nyaris melakukan hal tersebut musim lalu. Sayang, setelah berhasil meraih trofi Liga Champions, pasukan Jurgen Klopp gagal merebut gelar juara Liga Inggris, setelah hanya berselisih poin tipis dengan Manchester City di akhir musim.

Filipe Luis Yakin Neymar Memang Ingin Kembali ke Barcelona

BARCELONA – Mantan penggawa Atletico Madrid, yang juga kompatriot Neymar Jr di Timnas Brasil, Filipe Luis, meyakini kalau Neymar memang ingin kembali ke Barcelona. Pendapat Luis terebut muncul setelah rekannya itu cukup kencang dikabarkan bakal kembali ke Camp Nou pada bursa transfer musim panas 2019 kemarin.

Luis meyakini kalau rumor tersebut kemungkinan benar adanya. Ia juga berpendapat kalau Neymar memang sempat memiliki keinginan untuk kembali bermain dengan Lionel Messi dan Luis Suarez di lini depan Barcelona.

Neymar saat masih berseragam Barcelona

Akan tetapi, kepindahan Neymar justru batal terjadi setelah pihak Paris Saint-germain (PSG) menolak tawaran terakhir pihak Blaugrana –julukan Barcelona.

“Saya tidak tahu. Saya ingin mempercayai hal itu, karena jika ia tidak memaksakan transfer itu maka namanya tak akan terdengar setiap hari selama dua bulan,” ujar Luis, melansir dari laman Goal, Selasa (10/9/2019).

“ Saya melihatnya begitu tenang sejak mengatakan ia akan bertahan. Ia bisa berkembang di PSG. Mereka juga memiliki Kylian Mbappe, Mauro Icardi dan Edinson Cavani. Penting bagi mereka untuk memenangkan sesuatu,” sambungnya.

Sebagaimana diketahui, sejak musim lalu, sering muncul kabar bahwa Neymar sudah tidak betah lagi bermain di PSG. Ia ingin hengkang dari Liga Prancis, yang kabarnya dianggap pemain 27 tahun itu kurang ketat persaingannya.

Neymar jr

Neymar kemudian disebut membuka peluang ingin balik ke Spanyol dan sempat tersiar kabar diminiat dua raksasa Tanah Matador yakni Real Madrid dan Barcelona. Akan tetapi, semua rumor tersebut menghilang seketika setalah sang pemain memilih bertahan di PSG.

Ingin Pemain Gratis Lagi, Juventus Incar De Gea

TURIN – Kabar cukup mengejutkan datang dari Liga Italia karena Juventus disebut-sebut tengah melirik pemain baru untuk didatangkan pada bursa transfer musim panas 2020. Seperti yang dilaporkan Football Italia, Senin (9/9/2019), pemain incaran Juventus kali ini adalah penjaga gawang Manchester United, David De Gea.

Juventus pun tak perlu mengeluarkan uang sepeser pun untuk mendatangkan De Gea dari Man United pada musim panas 2020 karena kontrak pemain berpaspor Spanyol itu akan habis pada 30 Juni 2020. Man United sejatinya sudah menawarkan perpanjangan kontrak untuk De Gea sejak musim lalu tetapi selalu mendapatkan penolakan hingga saat ini.

David De Gea (Foto: Twitter/@ManUtd)

Juventus yang hobi mendatangkan pemain secara gratis tentu amat tergiur dengan De Gea. Kemampuan penjaga gawang berusia 28 tahun itu memang tak perlu diragukan lagi. De Gea adalah tembok terakhir pertahanan Man United dalam sembilan musim terakhir.

Puncak karier De Gea memang tersaji dalam balutan seragam Man United dengan torehan tujuh trofi tetapi nama besarnya dipupuk sejak membela Atletico Madrid. De Gea yang merupakan jebolan akademi Atletico bahkan sudah memberikan dua trofi saat masih berusia muda yakni Piala Super (2009-2010) dan Piala Super Eropa (2010-2011). Secara keseluruhan, De Gea sudah mengoleksi sembilan trofi di level klub.

Fakta itu semakin mempertegas kualitas yang dimiliki De Gea. Kualitas De Gea yang begitu luar biasa membuat dirinya menjadi incaran banyak tim-tim besar Eropa. Selain Juventus ada juga Paris Saint-Germain (PSG) yang dikabarkan tertarik untuk memiliki jasanya.

David De Gea (Foto: Twitter/@ManUtd)

Namun, peluang Juventus untuk mendapatkan De Gea disinyalir lebih besar karena PSG baru saja membeli Keylor Navas dari Real Madrid pada awal musim ini. Keberadaan Navas di PSG tidak mungkin untuk memenuhi bangku cadangan mengingat kemampuannya yang juga cukup hebat.

Sementara itu, jika De Gea memilih Juventus maka dapat dipastikan ia akan menjadi penjaga gawang utama karena posisi itu kini dimiliki Wojciech Szczesny. Szczesny memiliki kemampuan yang cukup bagus tetapi jika dibandingkan dengan De Gea maka tentu ada perbedaan yang amat besar. De Gea dapat dikatakan lebih berkualitas sehingga otomatis akan menjadi pilihan utama untuk menjaga gawang Juventus.

Legenda Man United Khawatirkan Performa Harry Maguire

LONDON – Legenda Manchester United, Roy Keane, tidak terlalu puas melihat penampilan Harry Maguire dalam empat laga pertamanya di Liga Inggris 2019-2020. Performa Maguire yang dibeli Man United dengan mahar 80 juta pounds (Rp1,38 triliun) dari Leicester City membuat Keane khawatir.

Maguire langsung menjadi pilihan utama dari Pelatih Man United, Ole Gunnar Solskjaer, sejak laga pertama. Pada saat debut untuk Man United, Maguire tampil meyakinkan dengan membantu Man United membantai Cheslea 4-0 di Old Trafford.

Harry Maguire (Foto: Twitter/@ManUtd)

Namun, penampilan Maguire di tiga laga selanjutnya tidaklah terlalu bagus. Maguire gagal membantu Man United untuk menyegel kemenangan karena hanya mampu meraih dua hasil imbang dan satu kekalahan. Kekalahan diderita Man United ketika takluk 1-2 dari Crystal Palace di Old Trafford di pekan ketiga.

Hingga memasuki jeda internasional, Man United sudah kebobolan empat gol di Liga Inggris. Catatan itu cukup buruk untuk tim yang memiliki bek termahal di dunia seperti Maguire. Menilik pada hasil yang ditorehkan Man United saat ini maka Keane pun menjadi khawatir.

“Saya pikir dia (Maguire) baik-baik saja. Kami sedang berbicara tentang seberapa bagus dia dengan bola atas, tetapi secara defensif saya masih memiliki satu atau dua tanda tanya di atasnya. Saya khawatir tentang kecepatannya saat memutarkan badan,” ujar Keane, seperti yang dikutip dari Mirror, Minggu (8/9/2019).

Harry Maguire (Foto: Twitter/@ManUtd)

Meski belum tampil optimal untuk Man United, tetapi Maguire menunjukkan performa yang apik saat berseragam Tim Nasional (Timnas) Inggris. Maguire membantu Timnas Inggris mencatatkan clean Sheet saat menang telak 4-0 atas Bulgaria dalam laga lanjutan Grup A kualifikasi Piala Eropa 2020.

Serangkaian Aksi Kontroversial yang Dibuat Eric Cantona

ERIC Cantona memulai karier sepakbolanya bersama SO Caillolais, sebuah tim lokal yang telah menghasilkan beberapa bakat besar seperti Roger Jouve, Jean Tigana dan Christope Galtier. Pada awal kariernya, Cantona bermain sebagai kiper seperti posisi yang sering dimainkan sang ayah. Tetapi, insting kreatifnya membuatnya beralih menjadi pemain depan.

Bersama di SO Caillolais, Cantona bermain lebih dari 200 pertandingan. Saat masih junior, klub Caillolais sangat menyukai sosok Cantona. Ia disebut memiliki kualitas besar, kala usianya masih sembilan tahun, tetapi cara bermainnya seperti umur 15 tahun.

Eric Cantona

Lepas dari Caillolais, Cantona memulai karier profesional pertamanya bersama Auxerre. Akan tetapi, sebelum itu ia menghabiskan dua tahun di junior sebelum melakukan debutnya pada 5 November 1983 saat menghadapi Nancy dalam kemenangan 4-0.

Meski begitu, ia sempat dipinjamkan ke klub Divisi Dua Prancis bernama Martigues. Baru pada 1986, ia kembali ke Auxerre dan menandatangani kontrak profesionalnya. Penampilannya pun cukup mengesankan dan membuat dirinya mendapat panggilan Tim Nasional Prancis di usianya yang hampir menyentuh angka 20 tahun.

Tetapi saat itu, masalah mulai menghampiri Cantona. Ia sempat memukul rekan setimnya Bruno Martini pada 1987. Berbagai masalah pun muncul ketika ia melakukan tekel berbahaya yang disebut tekel kung fu pada musim berikutnya kepada pemain Nantes, Michel Der Zakarian hingga harus dihukum selama tiga bulan. Skorsing ini kemudian dikurangi menjadi dua bulan karena Auxerre mengancam membuat pemain tidak tersedia di seleksi tim nasional.

Akan tetapi, klub pun lama-lama tidak tahan atas sikap keras Cantona. Mereka pun memilih untuk menjualnya ke Marseille pada 1988. Tetapi, ketika ia bergabung bersama Marseille, Cantona kembali berselisih. Kali ini ia bertikai dengan rekan setimnya Laurent Blanc dan Carlos Valderrama.

Setahun berikutnya ia kembali berulah bersama Marseille saat melakoni laga persahabatan melawan Torpedo Moskow. Ia menendang bola ke arah penonton, lalu melepaskan dan melempar bajunya ke tanah. Klubnya pun merespons dengan melarangnya bermain selama sebulan. Setelah insiden itu, Marseille kemudian meminjamkan Cantona ke Bordeaux selama enam bulan dan melanjutkan ke Montpellier selama setahun.

Laurent Blanc

(Blanc sempat berseteru dengan Cantona)

Ketika bersama Montpellier, lagi-lagi ia berulah dengan rekan setimnya yakni Jean-Claude Lemoult. Ia bahkan melemparkan sepatunya tepat mengenai wajah Lemoult . Akibat insiden itu, enam pemain Montpellier menuntut agar Cantona dikembalikan ke Marseille. Tetapi, hal sebaliknya juga dilakukan para pemain Marseille yang memohon kepada Montpellier agar menahan Cantona. Akhirnya, Cantona mendapat dukungan dari para pemain Montpellier, Laurent Blanc dan Carlos Valderrama, agar klub mempertahankan jasanya.

Setelah masa peminjaman selesai, Cantona kembali ke Marseille. Tetapi, akhirnya pada Desember 1991, ia kembali dipindahkan ke Nimes. Seperti di klub sebelumnya, Cantona terus berulah. Bahkan ia pernah dipanggil ke Komite Disiplin Federasi Sepakbola Prancis (FFF) akibat melempar bola ke wasit karena tidak senang dengan keputusan sang pengadil lapangan. Atas tindakan tersebut, ia mendapat hukuman dilarang bermain selama satu bulan.

Setelah bermain bersama Nimes, Cantona hijrah ke Inggris berkat saran dari Michel Platini dan Gerard Houllier. Platini sempat menawarkan Cantona kepada Liverpool. Namun, pelatih Liverpool saat itu yakni Graeme Souness menolak tawaran tersebut karena alasan keharmonisan para pemain di ruang ganti.

Setelah berjuang untuk mencari karier baru di Inggris, Cantona akhirnya mendapatkan tim baru pada 1992. Klub baru tersebut adalah Leeds United yang mengumumkan kedatangan Cantona pada Januari 1992. Pada musim pertamanya, Cantona hanya bermain sebanyak 15 kali dan mencetak tiga gol. Namun, kehadirannya mampu membuat Leeds meraih gelar Liga Inggris pada musim tersebut.

Infografis Eric Cantona

Berkat penampilannya yang apik bersama Leeds United, Cantona hijrah ke Manchester United dan meraih kejayaan besar sepanjang kariernya. Bersama Man United, Cantona memiliki karier sejak 1992 hingga 1997. Selama lima musim membela Man United, Cantona meraih sembilan trofi dan empat di antaranya adalah trofi Liga Inggris.

Meski penampilannya begitu apik, bukan berarti Cantona bebas dari keributan. Ia bahkan sempat dihukum larangan bermain bola selama delapan bulan akibat melancarkan tendangan Kung Fu ke arah fans Crystal Palace pada Januari 1995.

Pada musim 1996-97 Cantona dinobatkan sebagai kapten Manchester United setelah kepergian Steve Bruce ke Birmingham City. Pada masa jabatannya tersebut, Cantona berhasil mengantarkan Setan Merah mempertahankan titel liga pada musim 1996-1997.

Hingga pada akhir musim, Cantona mengumumkan ia akan pensiun dari sepakbola pada usia 30 tahun. Pertandingan kompetitif terakhirnya adalah melawan West Ham United pada 11 Mei 1997. Itu adalah penampilan terakhirnya sebelum memutuskan pensiun pada 16 Mei 1997. Tercatat, ia mencetak total 64 gol liga untuk Man United, 13 di kompetisi piala domestik, dan 5 di Liga Champions. Total, ia mencetak 82 gol dalam waktu kurang dari lima tahun bersama Man United.