ERIC Cantona memulai karier sepakbolanya bersama SO Caillolais, sebuah tim lokal yang telah menghasilkan beberapa bakat besar seperti Roger Jouve, Jean Tigana dan Christope Galtier. Pada awal kariernya, Cantona bermain sebagai kiper seperti posisi yang sering dimainkan sang ayah. Tetapi, insting kreatifnya membuatnya beralih menjadi pemain depan.
Bersama di SO Caillolais, Cantona bermain lebih dari 200 pertandingan. Saat masih junior, klub Caillolais sangat menyukai sosok Cantona. Ia disebut memiliki kualitas besar, kala usianya masih sembilan tahun, tetapi cara bermainnya seperti umur 15 tahun.
Lepas dari Caillolais, Cantona memulai karier profesional pertamanya bersama Auxerre. Akan tetapi, sebelum itu ia menghabiskan dua tahun di junior sebelum melakukan debutnya pada 5 November 1983 saat menghadapi Nancy dalam kemenangan 4-0.
Meski begitu, ia sempat dipinjamkan ke klub Divisi Dua Prancis bernama Martigues. Baru pada 1986, ia kembali ke Auxerre dan menandatangani kontrak profesionalnya. Penampilannya pun cukup mengesankan dan membuat dirinya mendapat panggilan Tim Nasional Prancis di usianya yang hampir menyentuh angka 20 tahun.
Tetapi saat itu, masalah mulai menghampiri Cantona. Ia sempat memukul rekan setimnya Bruno Martini pada 1987. Berbagai masalah pun muncul ketika ia melakukan tekel berbahaya yang disebut tekel kung fu pada musim berikutnya kepada pemain Nantes, Michel Der Zakarian hingga harus dihukum selama tiga bulan. Skorsing ini kemudian dikurangi menjadi dua bulan karena Auxerre mengancam membuat pemain tidak tersedia di seleksi tim nasional.
Akan tetapi, klub pun lama-lama tidak tahan atas sikap keras Cantona. Mereka pun memilih untuk menjualnya ke Marseille pada 1988. Tetapi, ketika ia bergabung bersama Marseille, Cantona kembali berselisih. Kali ini ia bertikai dengan rekan setimnya Laurent Blanc dan Carlos Valderrama.
Setahun berikutnya ia kembali berulah bersama Marseille saat melakoni laga persahabatan melawan Torpedo Moskow. Ia menendang bola ke arah penonton, lalu melepaskan dan melempar bajunya ke tanah. Klubnya pun merespons dengan melarangnya bermain selama sebulan. Setelah insiden itu, Marseille kemudian meminjamkan Cantona ke Bordeaux selama enam bulan dan melanjutkan ke Montpellier selama setahun.
(Blanc sempat berseteru dengan Cantona)
Ketika bersama Montpellier, lagi-lagi ia berulah dengan rekan setimnya yakni Jean-Claude Lemoult. Ia bahkan melemparkan sepatunya tepat mengenai wajah Lemoult . Akibat insiden itu, enam pemain Montpellier menuntut agar Cantona dikembalikan ke Marseille. Tetapi, hal sebaliknya juga dilakukan para pemain Marseille yang memohon kepada Montpellier agar menahan Cantona. Akhirnya, Cantona mendapat dukungan dari para pemain Montpellier, Laurent Blanc dan Carlos Valderrama, agar klub mempertahankan jasanya.
Setelah masa peminjaman selesai, Cantona kembali ke Marseille. Tetapi, akhirnya pada Desember 1991, ia kembali dipindahkan ke Nimes. Seperti di klub sebelumnya, Cantona terus berulah. Bahkan ia pernah dipanggil ke Komite Disiplin Federasi Sepakbola Prancis (FFF) akibat melempar bola ke wasit karena tidak senang dengan keputusan sang pengadil lapangan. Atas tindakan tersebut, ia mendapat hukuman dilarang bermain selama satu bulan.
Setelah bermain bersama Nimes, Cantona hijrah ke Inggris berkat saran dari Michel Platini dan Gerard Houllier. Platini sempat menawarkan Cantona kepada Liverpool. Namun, pelatih Liverpool saat itu yakni Graeme Souness menolak tawaran tersebut karena alasan keharmonisan para pemain di ruang ganti.
Setelah berjuang untuk mencari karier baru di Inggris, Cantona akhirnya mendapatkan tim baru pada 1992. Klub baru tersebut adalah Leeds United yang mengumumkan kedatangan Cantona pada Januari 1992. Pada musim pertamanya, Cantona hanya bermain sebanyak 15 kali dan mencetak tiga gol. Namun, kehadirannya mampu membuat Leeds meraih gelar Liga Inggris pada musim tersebut.
Berkat penampilannya yang apik bersama Leeds United, Cantona hijrah ke Manchester United dan meraih kejayaan besar sepanjang kariernya. Bersama Man United, Cantona memiliki karier sejak 1992 hingga 1997. Selama lima musim membela Man United, Cantona meraih sembilan trofi dan empat di antaranya adalah trofi Liga Inggris.
Meski penampilannya begitu apik, bukan berarti Cantona bebas dari keributan. Ia bahkan sempat dihukum larangan bermain bola selama delapan bulan akibat melancarkan tendangan Kung Fu ke arah fans Crystal Palace pada Januari 1995.
Pada musim 1996-97 Cantona dinobatkan sebagai kapten Manchester United setelah kepergian Steve Bruce ke Birmingham City. Pada masa jabatannya tersebut, Cantona berhasil mengantarkan Setan Merah mempertahankan titel liga pada musim 1996-1997.
Hingga pada akhir musim, Cantona mengumumkan ia akan pensiun dari sepakbola pada usia 30 tahun. Pertandingan kompetitif terakhirnya adalah melawan West Ham United pada 11 Mei 1997. Itu adalah penampilan terakhirnya sebelum memutuskan pensiun pada 16 Mei 1997. Tercatat, ia mencetak total 64 gol liga untuk Man United, 13 di kompetisi piala domestik, dan 5 di Liga Champions. Total, ia mencetak 82 gol dalam waktu kurang dari lima tahun bersama Man United.